Selasa, 11 Mei 2010



Keagungan Ilahi

Andai Kutahu

"Ketika aku muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin merubah dunia. Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati dunia tidak kunjung berubah. Maka cita-cita itupun kupersempit. Lalu kuputuskan untuk merubah negeriku. Namun hasrat itupun tiada hasilnya. Ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa, kuputuskan untuk merubah keluargaku. Celakanya, merekapun tidak mau berubah. Kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari, jika pertama yang kurubah adalah diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan, mungkin aku bisa merubah keluargaku. Dengan dorongan yang kuat dari mereka, siapa tahu aku akan bisa merubah dunia."
Oase di Tengah Sahara

"Aku tahu bahwa rezekiku tak akan diambil orang karena itu batinku selalu tenang. Aku tahu amalku tak kan dilakukan orang karena itu aku sibuk mengerjakannya. Aku tahu Allah selalu mengamatiku karena itu aku merasa malu saat Ia melihatku dalam kemaksiatan. Aku sadar bahwa kematian sudah menungguku karena itu aku selalu menambah bekal untuk pertemuanku dengan-Nya."



Makna Kehadiran Rasulullah


Membincang sosok Rasulullah seperti melihat bola kristal, selalu memancarkan cahaya dari sudut manapun ia dipandang. Sosok historis ini telah “menyihir” milyaran umat manusia, dari yang kagum dengan ketabahannya sampai kecerdasannya dalam mengawal kondusifitas masyarakat. Beragam tulisan pakar tentangnya menghiasi ribuan perpustakaan dunia. Keberhasilannya dalam berbagai aspek menyedot empati akademik untuk mengkajinya secara mendalam. Demikianlah, sosok agung ini dikagumi tidak hanya oleh pengikut setianya, tapi juga oleh lawan-lawan politiknya. Ia dibesarkan tidak hanya oleh umat Islam, tapi juga oleh non Muslim yang menelitinya secara objektif. Pelecehan terhadap dirinya, bukan membuatnya luntur dari sanubari yang mencintainya, namun malah membuatnya semakin menempati singgasana terkokoh dalam sanubari mereka. Kehadirannya ke tengah-tengah masyarakat dapat dirasakan sebagai sebuah anugerah yang tak ternilai. Dalam waktu yang amat singkat, ia menyulap dunia menjadi ladang kedamaian yang didamba setiap orang.


Sumber Inspirasi

Deretan keunikan Rasulullah telah melahirkan kegelisahan akademik para pakar di bidangnya. Ia menjadi inspirasi besar bagi lahirnya karya-karya yang cukup berbobot. Sebut saja misalnya Martin Lings (Abu Bakr Siraj Ad Din), tokoh sufi Inggris, melahirkan master piece tentang sejarah hidup Rasulullah. Ia menulis sebuah buku yang berjudul “Muhammad; His Life Based on the Earliest Sources (1983) / Muhammad; Sejarah Hidup Berdasarkan Sumber Otoritatif (1983)”. Lings dalam karya itu menyebut Rasulullah sebagai reformer sejati, sehingga kemudian risalah yang dibawanya seperti obor pencerahan yang tak pernah padam. Silsilah Rasulullah sampai kepada Nabi Ibrahim juga ia uraikan. Ia sepertinya ingin menegaskan bahwa misi profetik yang dibawa Rasulullah sebenarnya merupakan kontinyuitas dari risalah-risalah kenabian sebelumnya. Kehadiran Rasulullah ke tengah masyarakat hendak ia tegaskan sebagai misi langit yang bersifat membebaskan. Mengenai karya Lings ini, banyak pakar menyebutnya sebagai buku tentang riwayat hidup Rasululullah yang memiliki narasi dan argumen kuat.

Demikian pula dengan Karen Armstrong, feminis dan mantan biarawati Inggris, dikenal sebagai penulis papan atas karena karyanya tentang tradisi agama-agama Ibrahim (Yahudi, Kristen dan Islam). Dalam salah satu karyanya yang berjudul “Muhammad; Prophet for Our Time / Muhammad; Nabi Sepanjang Zaman”, penyair yang mengaku sebagai monotheist freelance (meyakini keesaan Tuhan tapi tidak menganut suatu agama pun) ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah sosok paradigmatik yang datang ke dunia. Kedatangan Nabi Muhammad itu untuk menyembuhkan luka dan cacat dunia. Armstrong juga menegaskan bahwa Nabi Muhammad diutus Allah untuk menanamkan doktrin tauhid sebagaimana agama-agama Ibrahimik lainnya. Meskipun karya Armstorng tetap harus kita kritisi, namun ia mendapatkan inspirasi yang begitu besar dari kehadiran Rasulullah ke tengah-tengah umat manusia.

Demikian pula Michael Hart, jurnalis berkewarganegaraan Amerika. Ia tidak sungkan menempatkan Rasulullah di barisan terdepan di antara tokoh-tokoh yang paling berpengaruh di rahim sejarah. Dalam pertimbangan Hart, Rasulullah layak ditempatkan dalam posisi tersebut karena jasa besarnya yang tak tertandingi dalam menyelamatkan umat manusia. Ribuan tahun semenjak anak yatim itu wafat, risalah yang dibawanya bukan mengalami pengkaburan, sebaliknya, mendapat empati jutaan manusia dari segala strata. Seperti menaiki kereta salju, Hart meluncur dengan kesimpulan objektifnya, meskipun satu dua kritik diarahkan kepadanya. Apalagi di belakang posisi Rasulullah ada Nabi Isa, sosok yang ia yakini sebagai firman Tuhan yang menjadi daging. Uraian cerdas dan berani dari Hart itu terekam dalam karya besarnya, “Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah (2001)”. Karya tersebut sudah amat familiar di ranah akademik insan dunia.

Selain menjadi wacana ilmiah, gagasan-gagasan profetik Rasulullah juga memberikan konfigurasi emosional tersendiri bagi umat Islam. Khusus di Indonesia, berbagai aktivitas keagamaan dibuat hanya untuk mengenang atau menapak jejak perjalanan hidupnya. Sosok manusia agung itu dikenang, dipuja dan diteladani. Tradisi keagamaan masyarakat terasa tidak lengkap manakala perayaan yang terkait dengannya tidak dilaksanakan. Dari sini, tradisi tersebut menjadi simbol kekayaan warisan Islam tersendiri yang muncul dari budaya khas Indonesia. Beberapa diantara pakar, berdasarkan kultur itu, mencoba mengekspornya ke ranah internasional. Tak sedikit pula yang ingin menciptakan Islam khas Indonesia, Islam yang berbeda dengan nuansa gurun, tempat pertama agama ini diturunkan.


Pesan-Pesan Rasulullah

Tidaklah arif, sekiranya kajian tentang Rasulullah hanya terfokus pada keagungannya saja. Cinta kepada Rasulullah yang dibuktikan secara akademik dan ekspresif emosional mestilah diikuti dengan proses internalisasi historis eksperiensial. Karya-karya akademik yang cukup diakui, gelora emosi yang meluap, tidak ada maknanya sama sekali jika perilaku Rasulullah tidak kita warisi dan budayakan. Sebenarnya, beragam tulisan dan selebrasi keagamaan bertujuan untuk terus menyegarkan ingatan kita terhadap sosok pembebas itu. Dari sini nampak jelas, betapa setiap kita memiliki kewajiban individual untuk turut serta mengejawantahkan keinginan Rasulullah dalam ranah kehidupan kita masing-masing. Jika tidak, maka tulisan-tulisan berikut tradisi keislaman yang selama ini kita bangun ibarat sosok bangkai yang ruhnya sudah hilang.

Wilayah amalan yang dilakukan Rasulullah tidak mungkin diurai diatas beberapa lembar kertas. Karena itu, pesan-pesan yang mesti kita tangkap tentu saja terkait dengan kebutuhan mendasar umat manusia secara general. Tanpa bermaksud melakukan simplifikasi, ada beberapa yang tetap kontekstual seiring dengan berlalunya waktu. Pertama, pesan tauhid. Misi ini merupakan risalah genetis yang diterima para Rasul secara turun-temurun. Ide tauhid mengindikasikan “perbudakan” boleh terjadi hanya antara seorang hamba kepada Tuhan. Angin perubahan yang dihembuskan ide ini sanggup menghempaskan kultur Pagan yang cenderung aristokrat dan memihak kelas menengah atas. Setelah ide ini datang, penghambaan sejati dapat terjalin antara makhluk kepada Sang Khalik. Kemulian manusia yang semula diukur dari berbagai ornamen material, berganti konsep iman dan takwa kepada-Nya.

Kedua, cinta wong cilik. Kehadiran Rasulullah serta merta meruntuhkan kultur yang merendahkan wong cilik. Para pengawal Nabi mulia ini bukan sosok-sosok yang kekar secara fisikal, melainkan orang-orang yang diyatimkan secara sosial dan kultural; anak yatim, budak, janda tua dlsb. Inilah salah satu rahasia mengapa kehadirannya kemudian mendapat sambutan hangat di kalangan mereka. Ketiga, misi persaudaraan. Pasca kedatangan Rasulullah, suku-suku yang berseteru diikat oleh perjanjian religius dan kontrak sosial. Masing-masing saling melindungi. Betapa cerdasnya beliau ketika mengikat non Muslim dengan Piagam Madinah. Ikatan tersebut menjadi alat perekat tersendiri sekaligus menghentikan pihak-pihak yang semula bertikai. Secara internal, Rasulullah menilai persaudaraan seagama adalah model terkokoh. Aksi konkrit itu diwujudkannya dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar.

Di tengah konteks masyarakat kita yang cenderung menghambakan diri kepada penguasa, kekuasaan dan ikatan materi, pesan tauhid terasa kontekstual dan penting. Tauhid memberangus keimanan artifisial dan subjektivitas egoisme yang sempit. Tujuan hidup hakiki manusia dibimbing hanya kepada Tuhan. Dengan ini pula, manusia disadarkan bahwa kelebihan mereka atas yang lain tidak terletak pada asesoris mewah yang bergelantung pada dirinya, melainkan kualifikasi ruhani yang matang dan mumpuni. Wong cilik yang dianggap warga negara dengan angka besar, ternyata mendapat atensi yang mengagumkan dari Rasulullah. Implikasi dari hal itu tentu saja upaya bergandengan tangan untuk memuliakan mereka secara material atau spiritual. Di sebalik senyuman manis dan kepuasan material segelintir masyarakat, ternyata masih banyak ribuan bahkan jutaan wong cilik yang butuh uluran tangan. Pada ranah inilah kemudian pesan rasulullah menemukan momentumnya.

Demikianlah, makna kehadiran Rasulullah ke tengah masyarakat sebenarnya lebih tepat disebut sebagai juru selamat. Menyelamatkan manusia secara spiritual maupun material. Untuk itu, pesan-pesan penting yang disampaikannya perlu untuk terus dilestarikan. Hal tersebut juga dapat berfungsi sebagai tawaran manis untuk menghapus berbagai kekalutan bangsa kita. Memahami makna kehadiran Rasulullah bukan saja berarti mentabulasi semua laku baiknya, lebih daripada itu, agar kita dapat melangkah di atas format kehidupan sebagaimana yang pernah dijalaninya. Wa Allahu a’lam.