Rabu, 30 November 2011




Komitmen terhadap Transformasi

Berbicara tentang transparansi PT Perkebunan Nusantara III berupaya untuk tetap komitmen dalam melaksanakan transparansi dalam setiap aktifikas bisnis, hal ini ditunjukkan dengan penerapan Good Corporate Governance (GCG), membuat pedoman perilaku yang tertuang dalam Code of Conduct (COC) serta menjalin hubungan yang harmonis dengan seluruh stakeholder di PT Perkebunan Nusantara III dengan menjadikan Informasi, keluhan, saran bahkan kritik yang membangun untuk perbaikan kinerja PT Perkebunan Nusantara III
dimasa yang akan datang.

1. PihakPerkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit memberikan informasi yang memadai kepada stakeholder lainnya dalam bahasa dan bentuk yang sesuai,untuk memungkinkan adanya partisipasi efektif dalam pengambilan keputusan.
Dalam pelaksanaan prinsip ini PT Perkebunan Nusantara III membuka saluran informasi kepada seluruh stakeholder terkait informasi yang dibutuhkan yang secara teknis dijelaskan dalan Instruksi Kerja (IK-3.00-13/01) tentang komunikasi Stakeholder, dimana dalam IK tersebut dijelaskan bagaimana Stakeholder mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan teknis penyampaian tanggapan terhadap informasi, kritik dan saran dari stakeholder, serta berapa lama masa simpan informasi, kritik dan dan saran dari stakeholder.
2. Dokumen Perusahaan tersedia secara umum, kecuali jika dokumen tersebut dilindungi oleh kerahasiaan komersial atau bilamana pengungkapan informasi tersebut akan berdampak negatif terhadap lingkungan atau sosial.
Dokumen Perusahaan secara umum telah tersedia seperti Legal: Dokumen Perijinan (izin Lokasi, izin Usaha Perkebunan, Sertifikat HGU atau Dokumen-dokumen yang mengarah kepengurusan sertifkat HGU sesuai tahapannya), Lingkungan, Dokumen Lingkungan (UKL – UPL / MDAL), Laporan pemantauan RKL- RPL, Sosial: Dokumen, aktivitas sosial dan hubungan dengan masyarakat, Dokumen program kesehatan dan keselamatan kerja, Dokumen program perbaikan berkelanjutan dll, yang semuanya dapat diakses oleh stakeholder kapanpun dan dimanapun. Namun dokumen-dokumen yang dilindungi kerahasiaannya yang menyangkut kerahasiaan komersial tidak dapat dipublikasikan. Terkait dengan hal tersebut PT Perkebunan Nusantara III telah membuat aturan dalam bentuk Surat Edaran (SE) yang berisikan dokumen yang dapat dan tidak dapat dipublikasikan dalam kewenangan Distrik/Kebun/Unit.


Memenuhi Hukum dan Peraturan yang berlaku

Terbentuknya Bagian yang berdiri sendiri yang khusus menangani Kepatuhan terhadap Hukum dan Peraturan Perundangan yang berlaku merupakan wujud keseriusan Perusahaan dalam rangka memenuhi Regulasi yang terkait dengan bisnis PT Perkebunan Nusantara III, termasuk methode evaluasinya.

1. Adanya kepatuhan terhadap semua hukum dan peraturan yang berlaku baik lokal, nasional maupun
Internasional yang telah diratifikasi. PT Perkebunan Nusantara III melalui Bagian Kepatuhan dan Manajemen Risiko secara konsisten melaksanakan identifikasi peraturan perundangan yang terkini yang meliputi Perundang-undangan yang relevan, juga peraturan tentang penguasaan tanah dan hak atas tanah (termasuk hak-hak tradisional masyarakat hukum adat), tenaga kerja, praktek-praktek pertanian (misalnya penggunaan pestisida atau bahan-bahan kimia), lingkungan (misalnya UU tentang satwa liar, polusi, pengelolaan lingkungan, dan kehutanan), tempat penyimpanan, transportasi dan proses pengolahan. Perundang-undangan dimaksud juga meliputi UU yang dikeluarkan di bawah UU atau konvensi internasional (misalnya Konvensi Keanekaragaman Hayati, CBD).

2. Hak untuk menguasai dan penggunakan tanah dapat dibuktikan dan tidak dituntut secara sah oleh
komunitas lokal dengan hak-hak yang dapat dibuktikan.
Dalam hal penguasaan tanah Perusahaan selalu mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.
Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) terdokumentasi dengan baik, Bukti legal/tanda-tanda batas areal yang legal (berupa pemasangan potok-patok pilar) telah di demarkasikan secara jelas dan terpelihara. Untuk mengantisipasi terjadinya konflik dengan masyarakat, PT Perkebunan Nusantara III membuat aturan dalam bentuk Instruksi Kerja yang pembuatannya melibatkan masyarakat lokal yang bertujuan agar seluruh masyarakat memahami bagaimana proses penyelesaian konflik antara perusahaan dengan masyarakat .
Setelah Instruksi Kerja selesai dibuat maka PT Perkebunan Nusantara III melaksanakan Sosialisai lepada stakeholder yang dikemas dalam sebuah acara Social Commonity Gathering dan kegiatan-kegiatan lain yang melibatkan stakeholder PT Perkebunan Nusantara III.
Perselisihan yang terjadi terkait beberapa permasalahan, diselesaikan dengan mengacu kepada Instruksi Kerja yang dibuat dan disepakati bersama dengan masyarakat, serta mendokumentasikan seluruh tapan penyelesaian konflik . Jika dalam pelaksanaannya terjadi ketidaksepakatan, dan harus dibawa kejalur hukum maka dibuat pemetaan terhadap objek yang diperselisihkan dan ada kesepakatan terhadap ketidaksepakatan yang terjadi.

3. Penggunaan Lahan untuk Kelapa Sawit tidak mengurangi hak berdasarkan hukum dan hak tradicional pengguna lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari mereka.
PT Perkebunan Nusantara III sangat menjunjung tinggi hak-hak masyarakat, dan hak-hak tradisional yang mungkin terdapat diareal Hak Guna Jika lahan terdapat suatu hak berdasarkan hukum atau hak tradisional maka pihak perkebunan harus dapat memperlihat kan bahwa hak-hak ini dipahami, dan tidak terancam atau dikurangi. Kriteria ini harus dilihat bersama kriteria 6.4, 7.5 dan 7.6. Jika daerah hak tradisional ini tidak jelas, maka penentuannya paling baik dilakukan melalui kegiatan pemetaan bersama yang melibatkan masyarakat yg terkena dampak maupun masyarakat sekitar. Kriteria ini memungkinkan adanya penjualan dan penjanjian yang dinegoisiasi untuk memberikan kompensasi pengguna tanah lain akibat kehilangan keuntungan dan atau hak yang dilepaskan.
Perjanjian yang dinegosiasikan harus dilakukan tanpa paksaan, dengan sukarela dan dibuat sebelum investasi baru atau operasi, dan didasarkan atas pembagian yang terbuka atas semua informasi terkait dalam bentuk dan bahasa yang sesuai, termasuk di dalamnya analisa dampak, usulan pembagian
keuntungan dan pengaturan secara hukum. Masyarakat harus diperbolehkan mencari bantuan hukum jika mereka menginginkannya. Masyarakat harus diwakili oleh lembaga atau representatif pilihan mereka sendiri, yang beroperasi secara transparan dan melakukan komunikasi terbuka dengan anggota masyarakat yang lain. Waktu yang memadai diberikan bagi pengambilan keputusan secara adat dan dapat dilakukan negosiasi berulang-ulang, jika diminta. Perjanjian yang telah dinegosiasi harus dapat mengikat semua pihak terkait, dan dapat dijadikan alat bukti dalam proses pengadilan. Menetapkan kepastian dalam negosiasi lahan merupakan suatu keuntungan jangka panjang bagi seluruh pihak terkait. Lihat Lampiran Definisi untuk “Hak Tradisional”







Prinsip 3 :
Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang PT Perkebunan Nusantara III memandang bahwa komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang mutlak diperhatikan, karenanya PT Perkebunan Nusantara membuat Rencana Jangka Panjang setiap 5 (lima) Tahun sekali yang dijabarkan dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan 1 (satu) tahun sekali dan difokuskan lagi dalam Rencana Kerja Operasional (RKO) setiap 3 (tiga) bulan.

Terdapat rencana manajemen yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang.

Rencana Jangka Panjang (RJP) PT Perkebunan Nusantara III dibuat melalui Tahapan RJP dari Kebun/Unit yang
kemudian dikompilasi untuk dijadikan RJP Distrik, dan selanjutnya dikirim kekantor Direksi sebagai bahan pembuatan
Rencana Jangka Panjang (RJP) PT Perkebunan Nusantara III yang meliputi:
• Perhatian terhadap kualitas bahan-bahan yang ditanam
• Proyeksi tanaman = tren hasil tandan buah segar
• Tingkat ekstraksi pabrik = tren OER
• Biaya produksi = biaya per ton tren CPO
• Perkiraan harga
• Indikator finansial
• Perhitungan yang dianjurkan – tren rata-rata (mean) operasi 3 tahun dalam sepuluh tahun terakhir (tren TBS mungkin memberikan hasil yang rendah selama program penanaman kembali yang luas).









Prinsip 4 :
Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik.
Penggunaan Praktik terbaik adalah syarat utama yang harus diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas binsis di PT. Perkebunan Nusantara III, dimulai dari proses pengolahan tanah, menanam , panen, angkut dan olah, semuanya diupayakan menggunakan praktik-praktik terbaik.
1. Prosedur oprasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten Prosedur Operasional (IK, PB, Pedoman Kerja dll) didokumentasikan dengan baik sesuai dengan standard ISO 14001;2004, dan secara berkala dipantau secara konsisten dengan pelaksanaan audit internal dan eksternal Sistem Manajemen PT Perkebunan Nusantara III (SM-PN3)
2. Praktek - praktek mempertahankan kesuburan tanah, atau bila mana mungkin meningkatkan kesuburan tana sampai pada tingkat yang memberikan hasil optimal berkelanjutan.

Selasa, 29 November 2011

ISPO DAN RSPO (Bukanlah Saingan)






Gabungan Pengusaha Sawit Keluar dari RSPO
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia menyatakan keluar dari keanggotaan Roundtable Sustainable Palm Oil atau RSPO.

"Keputusan ini diambil melalui pertimbangan panjang dan matang dengan melibatkan Dewan Pengurus dan Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Latar belakang keputusan ini adalah komitmen sepenuhnya GAPKI dalam mendukung Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai 'platform sustainability' yang bersifat 'mandatory' (wajib diikuti) di Indonesia," kata Humas GAKPI Clarissa Wishnu di Jakarta, Selasa.

RSPO dikenal sebagai sebuah inisiatif global, multi-pihak mengenai minyak sawit berkelanjutan. Anggota RSPO, dan peserta dalam aktivitas mereka berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, termasuk di antaranya
perusahaan perkebunan kelapa sawit, perusahaan manufaktur dan pengecer produk minyak sawit, LSM lingkungan hidup dan sosial, serta berasal dari negara-negara yang menghasilkan atau menggunakan minyak sawit.

Tujuan utama RSPO adalah "mendorong pertumbuhan dan penggunaan minyak sawit berkelanjutan melalui kerja sama didalam rantai penyedia dan membuka dialog antara pemangku kepentingnya". Menurut Clarissa, dengan merujuk Direktur Eksekutif GAPKI Fadhil Hasan, keputusan resmi GAPKI mundur dari keanggotaan RSPI dilakukan pada 29 September 2011.

Ia mengatakan GAPKI sangat menghormati, mematuhi, dan mendorong prinsip dan standar pengolahan kelapa sawit yang berkelanjutan. Untuk itu, kata dia, GAPKI memberikan keleluasaan serta kebebasan kepada anggotanya untuk tetap menjadi anggota RSPO.

"Namun pada saat yang sama GAPKI mewajibkan anggotanya mengikuti dan mematuhi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai kerangka dan skema pengelolaan berkelanjutan sesuai dengan peraturan pemerintah Indonesia yang berlaku," katanya.

GAPKI memandang positif adanya Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), karena mendukung terciptanya "alternative framework" standar dan sertifikasi industri kelapa sawit.

ISPO Bukan Saingan RSPO
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang tengah digodok pemerintah akan membuat ketentuan pengembangan kelapa sawit berkelanjutan tak hanya bergantung pada Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Namun menurut peneliti senior Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Donald Siahaan, hal tersebut pun bukan berarti ISPO merupakan saingan dari RSPO.

“Antara ISPO dan RSPO bukan saling saing. Kita tetap berkomitmen mendukung aspek lingkungan, makanya Indonesia sekarang merancang ISPO yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Dengan ISPO ini juga agar Indonesia tidak didrive oleh pihak asing,” papar Donald, usai peluncuran International Conference and Exhibition On Palm Oil di Jakarta, Rabu (10/11).

Kendati demikian, Donald menuturkan hendaknya penerapan ISPO di tahap awal tidak terlalu memberatkan industri kelapa sawit. “Di awal penerapan ISPO bisa seperti berupa pembinaan untuk masuk ke industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan memperhatikan aspek lingkungan,” cetusnya.

Selanjutnya, ujar dia, penerapan dan kriteria dalam ISPO dapat disesuaikan dengan perkembangan industri. Donald pun memaparkan saat ini komitmen pembeli yang tergabung di RSPO masih terbilang lemah. Pasalnya walau CPO bersertifikasi RSPO telah tersedia, pembeli yang bergabung di RSPO belum secara total membeli produksi dari perusahaan bersertifikasi.

Pembeli di RSPO cenderung menunda pembelian CPO bersertifikasi pada 2013-2015. Dengan demikian, kata Donald, merupakan hal yang wajar jika ada perusahaan kelapa sawit yang ingin keluar dari RSPO. Hal itu pun, lanjutnya, tidak akan membawa pengaruh pada ekspor CPO tanah air.


Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.
Pemerian botani
African Oil Palm (Elaeis guineensis)
Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah terdiri dari tiga lapisan:
Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
Mesoskarp, serabut buah
Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetul]]nya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).
Syarat hidup
Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU – 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.
Tipe kelapa sawit
Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E. oleifera. Jenis pertama yang terluas dibudidayakan orang. dari kedua species kelapa sawit ini memiliki keunggulan masing-masing. E. guineensis memiliki produksi yang sangat tinggi dan E. oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah. banyak orang sedang menyilangkan kedua species ini untuk mendapatkan species yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.
Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari
Dura,
Pisifera, dan
Tenera.
Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang, sehingga tidak memiliki inti (kernel) yang menghasilkan minyak ekonomis dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.
Untuk pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.
Hasil tanaman
Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.[1]
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.
Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.
Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.
Sejarah perkebunan kelapa sawit
Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit “Deli Dura”.
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1910.
Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940.[2]
Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).
Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.